PENDAHULUAN
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari
berbagai variabel pokok yang saling berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik,
pembelajaran, peserta. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan
peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu menggunakan
berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan
belajar. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai
objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus
disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga
berbagai jenis model pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik.
Model-model pembelajaran sosial merupakan
pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta
didik secara penuh (student center) sehingga peserta didik memperoleh
pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta dapat melatih kemandirian, peserta
didik dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
KETERAMPILAN PEMBELAJARAN MANDIRI
1. Definisi Pembelajaran Mandiri
Pembelajaran mandiri adalah proses belajar yang mengajak
siswa melakukan tindakan mandiri yang melibatkan satu orang ataupun satu kelompok. Tindakan mandiri ini dirancang
untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa sehari-hari
secara sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang bermakna. Tujuan ini mungkin
menghasilkan hasil yang nyata maupun yang tidak nyata.
Hal ini mungkin bertentangan dengan proses pendidikan saat
ini yang cenderung ingin ‘instan’ dan memperlakukan semua siswa sama rata sehingga
mengabaikan keunikan indirivdu siswa yang memiliki potensi kemampuan yang
berbeda serta memiliki gaya belajar yang berbeda pula. Pembelajaran mandiri
membebaskan siswa untuk belajar sesuai dengna gaya belajar mereka sendiri,
sesuai dengan kecepatan belajar mereka dan sesuai dengan arah minat dan bakat
mereka dalam menggunakan kecerdasan majemuk yang mereka miliki.
Belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri. Hal yang
terpenting dalam proses belajar mandiri ialah peningkatan kemauan dan
keterampilan siswa/peserta didik dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain,
sehingga pada akhirnya siswa/peserta didik tidak tergantung pada
guru/instruktur, pembimbing, teman, atau orang lain dalam belajar. Dalam belajar
mandiri siswa/peserta didik akan berusaha sendiri dahulu untuk memahami isi
pelajaran yang dibaca atau dilihatnya melalui media audio visual. Kalau
mendapat kesulitan barulah bertanya atau mendiskusikannya dengan teman,
guru/instruktur atau orang lain. Siswa/peserta didik yang mandiri akan mampu
mencari sumber belajar yang dibutuhkannya.
2. Pengetahuan dan Keterampilan Penting dalam Pembelajaran
Mandiri
Terdapat dua hal esensial sehububungan dengan hal ini yaitu:
1.
pembelajaran mandiri mengharuskan siswa memiliki beberapa keterampilan dan
pengetahuan tertentu seperti mengambil tindakan, keterampilan bertanya, membuat
keputusan, berpikir kreatif dan kritis, memiliki kesadaran diri dan mampu
bekerja-sama.
2.
mengharuskan siswa benar-benar melakukan
hal tersebut.
a. Mengambil Tindakan
Intinya adalah dimana anak tidak hanya belajar secara
‘teoritis’ dengan membaca, melihat dan menonton saja, melainkan juga siswa
aktif bertindak, ‘learning
by doing’ dimana siswa mencari dan menggabungkan informasi secara
aktif dari masyarakat,, ruang kelas maupun sumber lainya, lalu menggunakannya
untuk alasan tertentu sehingga informasi tersebut akan tersimpan
dalam ingatan (Souders & Prescot, 1999). Siswa yang menghimpun menyentuh,
memanipulasi objek secara langsung akan menyerap informasi dan menyimpan
informasi lebih baik dibandingkan jika mereka hanya mendengar, melihat di
televisi, film atau komputer. Misalnya, siswa belajar mengenai
pentingnya peninggalan arkeologi dengan menggali tulang-belulang yang tentunya
sudah dikondisikan guru. Hal ini akan jauh lebih menarik dan
pengalaman tersebut akan lebih tertanam dalam benak siswa dibandingkan misalnya
jika siswa hanya membaca mengenai peninggalan arkeologis.
b. Mengajukan Pertanyaan
Brooks & Brooks (1993) menyatakan bahwa untuk bisa
mengerti, siswa harus mencari makna. Dan untuk dapat mencari makna, siswa harus
punya kesempatan untuk membentuk dan mengajukan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan
yang kritis dan terbuka akan merangsang kreativitas dan rasa ingin tahu siswa,
seperti misalnya: dari mana susu berasal. Dari pertanyaan sederhana ini bisa
saja akan menjadi semakin mendalam sampai pada proses pembuatan, pasteurisasi
dan mungkin strategi pemasarannya.
c. Membuat Pilihan
Dalam pembelajaran mandiri, siswa tidak
hanya memilih rancangan kerja mereka sendiri melainkan juga memutuskan
bagaimana mereka berperan serta dalam berpartisipasi sesuai bakat dan minat
mereka. Selain itu, mereka juga dapat membuat pilihan akan gaya belajar apa yang
sesuai dengan mereka, sehingga hal ini kelak dapat membantu siswa untuk
mencapai prestasi atau keunggulan, dan juga membuat kegiatan belajar menjadi
menyenangkan dan bermakna.
d. Membangun Kesadaran Diri
Dalam berinteraksi dengan diri sendiri
dan orang lain siswa baik secara langsung dan tidak langsung mengenali
kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan orang lain, serta belajar bagaimana
untuk mengekspresikan emosi secara wajar sesuai dengan tuntutan lingkungan
sosialnya. Kesadaran diri yang diartikan sebagai kemampuan untuk merasakan
perasaan saat perasaan itu muncul adalah kemampuan khas manusia. Kemampuan ini
membuat kendali diri dan regulasi emosi menjadi memungkinkan. Keterampilan ini
akan lebih terasah dikala siswa bekerja dan belajar serta berinteraksi dalam
sebuah kelompok.
e. Kerja Sama
Ini merupakan komponen penting dalam
CTL. Para siswa biasanya belajar dalam kelompok-kelompok kecil dan otonom.
Kerjasama dalam kelompok dapat mengurangi hambatan akibat keterbatasan
penalaman, pengetahuan dan cara pandang yang terbatas diantara individu anggota
kelompok. Selain itu dalam belajar kelompok, dipelajari pula mengenai bagaimana
cara mengemukakan pendapat, menghargai pendapat orang lain, berpikiran terbuka,
belajar melakukan dialog atau pertukaran pandangan, serta mengambil keputusan
bersama.
Di bawah ini disajikan beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan kerja-sama dalam kelompok:
· Tetap
fokus pada tugas kelompok
· Bekerja
kooperatif dengan anggota kelompok lainnya
· Membuat
keputusan kelompok
· Meyakinkan
bahwa setiap anggota kelompok memahami solusi yang ada dalam kelompok sebelum
melangkah lebih lanjut
· Mendengarkan dan
menhargai pendapat orang lain
· Bergantian
dalam memimpin kelompok
· Memastikan
tiap anggota berperan aktif dan berpartisipasi serta tidak ada yang mendominasi
kelompok
· Bergiliran
mencatat hasil diskusi kelompok
3. Proses Belajar Mandiri
Inti dari proses belajar mandiri adalah : PDSA (Plan, Do,
Study, Act), konsep yang dikembangkan oleh Edward Deming (1994), dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Siswa secara mandiri menetapkan tujuan
Dengan cara ini para siswa diberi kesempatan untuk
menerapkan keahlian personal dan akademik dalam kehidupan sehari-hari dan proses
ini membantu mereka mencapai standar akademik yang tinggi.
b. Siswa mandiri membuat rencana
Siswa dalam kelompok secara kolektif menentukan
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rencana kerja mereka. Hal ini dapat
berupa penyelesaian masalah, menentukan persoalan, atau menciptakan suatu
projek. Penentuan langkah kerja ini tergantung dari tujuan kelompok. Dalam
dinamika kelompok, berbagai keterampilan seperti pengambilan tindaka, bertanya,
menganalisis informasi secara kreatif dan kritis, mengemukakan pendapat
sekaligus menghargai pendapat orang lain. Kesemua hal tersebut
membantu siswa dalam melakukan pembelajaran mandiri yang lebih matang dan turut
membentuk pola pembelajaran sepanjang hayat.
c. Siswa mandiri mengikuti rencana dan
mengukur kemajuan diri
Dengan melakukan refleksi dan evaluasi diri, siswa akan
belajar dari kesalahan yang mungkin mereka buat dan berusaha memperbaikinya
serta melakukan adaptasi-adaptasi yang diperlukan.
d. Siswa mandiri membuahkan hasil akhir
Siswa dapat menentukan bagaimana mereka akan menampilkan
hasil akhir dari kelompok mereka, apakah dengan menggunakan portofolio, dengan
presentasi atau mungkin dengan suatu pertunjukan (performance). Hal ini kelak
bermanfaat bagi kehidupan siswa di masyarakat, keluarga maupun dunia kerja
nantinya.
e. Siswa melakukan penilaian autentik
Dengan melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa berupa
portofolio, jurnal, presentasi dan performance siswa, guru akan dapat
memperkirakan seberapa banyak dan seberapa dalam siswa menguasai materi
pelajaran.
4.
Peran Guru dalam Pembelajaran Mandiri
Pada dasarnya guru berperan dalam mengembangkan pengetahuan
dan keahlian yang tidak akan siswa dapatkan dari sekedar menjawab pertanyaan
factual mengenai topik tertentu. Dedikasi guru sangatlah penting dan tanpa hal
ini, proses belajar mandiri akan gagal. Peran guru dalam CTL adalah sebagai
‘ahli’ yang menguasai materi serta memimpin siswa, sekaligus sebagai ‘mentor’
yang mengarahkan dan membimbing siswa.
Proses belajar mandiri memberi kesempatan peserta didik
untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikuti
kegiatan belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga
masalah atau kesulitan belajar sudah diantisipasi sebelumnya. Model belajar
mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat serta
melatih kemandirian siswa agar tidak bergantung atas kehadiran atau uraian
materi ajar dari guru. Berdasarkan gagasan keluwesan dan kemandirian inilah
belajar mandiri telah ber’metamorfosis’ sedemikian rupa, diantaranya menjadi
sistem belajar terbuka dan belajar jarak jauh. Perubahan tersebut juga
dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain dan kenyataan di lapangan.
Proses belajar mandiri mengubah peran guru atau instruktur,
menjadi fasilitator atau perancang proses belajar. Sebagai fasilitator, seorang
guru atau instruktur membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, atau
ia dapat menjadi mitra belajar untuk materi tertentu pada program tutorial.
Tugas perancang proses belajar mengharuskan guru untuk mengolah materi ke dalam
format sesuai dengan pola belajar mandiri.
Sistem belajar mandiri menuntut adanya materi ajar yang
dirancang khusus untuk itu. Menurut Prawiradilaga (2004 : 194) Beberapa syarat
yang harus dipenuhi oleh materi ajar ini adalah:
1). Kejelasan rumusan tujuan belajar (umum dan khusus).
1). Kejelasan rumusan tujuan belajar (umum dan khusus).
2).
Materi ajar dikembangkan setahap demi setahap, dikemas mengikuti alur desain
pesan, seperti keseimbangan pesan verbal dan visual.
3).
Materi ajar merupakan sistem pembelajaran lengkap, yaitu ada rumusan tujuan
belajar, materi ajar, contoh/bukan contoh, evaluasi penguasaan materi, petunjuk
belajar dan rujukan bacaan.
4). Materi ajar dapat disampaikan kepada siswa melalui media cetak, atau komputerisasi seperti CBT, CD-ROM, atau program audio/video.
4). Materi ajar dapat disampaikan kepada siswa melalui media cetak, atau komputerisasi seperti CBT, CD-ROM, atau program audio/video.
5).
Materi ajar itu dikirim dengan jasa pos, atau menggunakan teknologi canggih
dengan internet (situs tertentu) dan e-mail; atau dengan cara lain yang dianggap
mudah dan terjangkau oleh peserta didik.
6).
Penyampaian materi ajar dapat pula disertai program tutorial, yang
diselenggarakan berdasarkan jadwal dan lokasi tertentu atau sesuai dengan
kesepakatan bersama.
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan
sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan–keterampilan intelektual,
sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang
prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Pendekatan keterampilan proses pada
pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk
memperoleh pengetahuan dan mengkomunikaskan hasilnya. Mukminan (2003:2)
menyatakan bahwa pendekatan yang sekarang dikenal dengan keterampilan proses
dan cara belajar siswa aktif (CBSA) masih belum banyak terwujud, serta
pembelajaran kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Pendekatan keterampilan proses bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu
siswa. Dimyati dan Mudjiono (2002:138) memuat ulasan pendekatan
keterampilan proses yang diambil dari pendapat Funk (1985) sebagai berikut: (1)
Pendekatan keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan
siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena
lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui
keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja
dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan
sejarah ilmu pengetahuan; (3) Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa
untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan. Pendekatan
Keterampilan Proses sains memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara nyata
bertindak sebagai seorang ilmuwan (Dimyati dan Mudjino, 2002:139). Dari
uraian di atas dapat diutarakan bahwa dengan penerapan pendekatan keterampilan
proses menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-intelektual siswa. Hal ini
dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau
kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan
kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip
ilmu atau pengetahuan.
Selanjutnya dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari secara obyektif
dan rasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses
sains merupakan kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan
dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk-produk sains. Keterampilan
proses dalam pengajaran sains merupakan suatu model atau alternatif
pembelajaran sains yang dapat melibatkan siswa dalam tingkah laku dan proses
mental, seperti ilmuwan. Funk (1985) dalam Dimyati dan Mudjiono, (2002: 140)
mengutarakan bahwa berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu: keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan
terintegrasi (integarted skill). Keterampilan proses dasar meliputi
kegiatan yang berhubungan dengan observasi, klasifikasi, pengukuran,
komunikasi, prediksi, inferensi. Bila dikaji lebih lanjut sebagai berikut.
1. Observasi
Melalui kegiatan mengamati,
siswa belajar tentang dunia sekitar yang fantastis. Manusia mengamati
objek-objek dan fenomena alam dengan melibatkan indera penglihat, pembau,
pengecap, peraba, pendengar. Informasi yang diperoleh itu, dapat menuntut
interpretasi siswa tentang lingkungan dan menelitinya lebih lanjut. Kemampuan
mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu
serta hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain.
Mengamati merupakan tanggapan terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan
pancaindra. Dengan obsevasi, siswa mengumpulkan data tentang
tanggapan-tanggapan terhadap objek yang diamati.
2. Klasifikasi
Sejumlah besar objek,
peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar, lebih mudah
dipelajari apabila dilakukan dengan cara menentukan berbagai jenis golongan.
Menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokan
objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. Keterampilan
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan berbagai objek peristiwa berdasarkan
sifat-sifat khususnya sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari
objek peristiwa yang dimaksud.
3. Komunikasi
Manusia mulai belajar pada
awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah.
Keterampilan menyapaikan sesuatu secara lisan maupun tulisan termasuk
komunikasi. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai penyampaikan dan
memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara,
visual, atau suara dan visual (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 143). Contoh membaca
peta, tabel, garfik, bagan, lambang-lambang, diagaram, demontrasi visual.
4. Pengukuran
Mengukur dapat diartikan
sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya. Keterampilan dalam menggunakan alat dalam memperoleh
data dapat disebut pengukuran.
5. Prediksi
Predeksi merupakan
keterampilan meramal yang akan terjadi, berdasarkan gejala yang ada.
Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan
untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat
diamati. Dimyati dan Mudjiono (2002: 144) menyatakan bahwa memprediksi
dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal
yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau
kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam
pengetahuan.
6. Inferensi
Melakukan inferensi adalah
menyimpulkan. Ini dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan
keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang
diketahui.
5. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Belajar Mandiri
- Terbuka terhadap setiap kesempatan belajar
- Memiliki konsep diri sebagai warga belajar yang efektif
- Berinisiatif dan merasa bebas dalam belajar
- Memiliki kecintaan terhadap belajar
- Kreativitas
- Memiliki orientasi ke masa depan
- Kemampuan menggunakan keterampilan belajar yang mendasar dan memecahkan masalah
- Mengupayakan atau menciptakan suasana/ kondisi yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar
- Membantu peserta didik lebih memahami tujuan belajarnya
- Mendorong peserta didik untuk dapat mengimplementasikan tujuannya
- Berusaha mengorganisasi dan mencari kemudahan-kemudahan penggunaan sumber/ sarana belajar yang tersedia
- Menempatkan dirinya sebagai sumber belajar
- Menerima respon tiap ekspresi peserta didik secara intelektual dan empatik
- Menciptakan iklim yang kondusif
- Mengambil inisiatif dalam mengadakan urun rembuk
- Melalui pengalaman bersama peserta didik
- Memfungsikan kedudukannya sebagai fasilitator.
6. Discovery
Learning
J. Bruner telah mengembangkan belajar
penemuan (discovery learning) yang berdasarkan kepada pandangan kognitif
tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Pada discovery
learning siswa didorong untuk belajar secara mandiri. Siswa belajar
melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru
mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang
memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip. Carin (1985),
discovery merupakan suatu proses di mana anak atau individu mengasimilasi proses
konsep dan prinsip-prinsip.
Discovery terjadi apabila
siswa terlibat secara aktif dalam menggunakan mentalnya agar memperoleh
pengalaman, sehingga memungkinkan untuk menemukan konsep atau prinsip.
Proses-proses mental itu melibatkan perumusan masalah, merumuskan hipotesis,
merancang eksperimen, melaksanakan eksprimen, mengumpulkan dan menganalisis
data, serta menarik kesimpulan. Di samping itu juga diperlukan sikap obyektif,
jujur, hasrat ingin tahu dan terbuka (inilah yang dimaksud dengan sikap
ilmiah). Discovery learning memiliki beberapa keuntungan, yaitu: (1)
pengetahuan yang diperoleh dapat bertahan lebih lama dalam ingatan, atau lebih
mudah diingat, dibandingkan dengan cara-cara lain, (2) dapat meningkatkan
penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir, karena mereka harus menganalisis
dan memanipulasi informasi untuk memecahkan permasalahan, (3) dapat
membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi sisa untuk bekerja terus sampai
mereka menemukan jawabannya.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran mandiri memberikan
siswa kesempatan yang luar biasa untuk mempertajam kesadaran mereka akan
lingkungan mereka dan memungkinkan siswa untuk membuat pilihan-pilihan positif
tentang bagaimana mereka akan memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA